Pada tanggal 17 agustus 2020, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia kembali mengumumkan klasterisasi perguruan tinggi Indonesia. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam menjelaskan bahwa klasterisasi merupakan upaya Ditjen Dikti untuk melakukan pemetaan atas kinerja perguruan tinggi akademik Indonesia yang berada di bawah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Klasterisasi ini bukanlah pemeringkatan namun pengelompokan perguruan tinggi sesuai dengan level perkembangannya. Klasterisasi ini jangan disalah maknai sebagai pemeringkatan,” jelas Nizam mengawali paparannya.Nizam menjelaskan bahwa tujuan utama klasterisasi adalah untuk menyediakan landasan bagi pengembangan kebijakan pembangunan, pembinaan perguruan tinggi serta untuk mendorong perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas pelaksanaan tridharma perguruan tinggi secara berkelanjutan. Selain itu, klasterisasi perguruan tinggi berfungsi untuk menyediakan informasi kepada masyarakat umum tentang kualitas kinerja perguruan tinggi di Indonesia.
Lebih lanjut Nizam
menjelaskan pada tahun 2020 ini, berbagai informasi terkait kinerja perguruan
tinggi Indonesia kembali diidentifikasi berdasarkan empat aspek utama antara
lain mutu sumber daya manusia dan mahasiswa (input), pengelolaan kelembagaan
perguruan tinggi (proses), capaian kinerja jangka pendek yang dicapai oleh
perguruan tinggi (output), dan capaian kinerja jangka panjang perguruan tinggi
(outcome). Akan tetapi, indikator-indikator yang mencerminkan masing-masing
komponen utama tersebut terdapat beberapa perubahan/penambahan indikator
sehingga diharapkan komponen utama tersebut dapat lebih mencerminkan kondisi
perguruan tinggi Indonesia sesuai dengan cakupan pada masing-masing komponen
utama tersebut.
Pada klasterisasi tahun
2020 ini, indikator yang digunakan untuk menilai kinerja perguruan tinggi pada
aspek input antara lain persentase dosen berpendidikan S3, persentase dosen
dalam jabatan lektor kepala dan guru besar, rasio jumlah dosen terhadap jumlah
mahasiswa, jumlah mahasiswa asing, dan jumlah dosen bekerja sebagai praktisi di
industri minimum 6 bulan.
Pada aspek proses terdapat
9 indikator yang digunakan antara lain Akreditasi Institusi, Akreditasi Program
Studi, Pembelajaran Daring, Kerjasama perguruan tinggi, Kelengkapan Laporan
PDDIKTI, Jumlah Program Studi bekerja sama dengan DUDI, NGO atau QS Top 100 WCU
by subject, Jumlah Program Studi melaksanakan program merdeka belajar, Jumlah
mahasiswa yang mengikuti Program Merdeka Belajar.
Pada aspek output, terdapat empat indikator yang digunakan antara lain jumlah artikel ilmiah terindeks per dosen, kinerja penelitian, kinerja kemahasiswaan, jumlah program studi yang telah memperoleh Akreditasi atau Sertifikasi International. Sementara pada aspek outcome, terdapat lima indikator yang digunakan antara lain kinerja inovasi, jumlah sitasi per dosen, jumlah patent per dosen, kinerja pengabdian masyarakat, dan persentase lulusan perguruan tinggi yang memperoleh pekerjaan dalam waktu 6 bulan.
Klasterisasi perguruan
tinggi yang disusun dan dibangun dalam kerangka perbaikan berkelanjutan baik
untuk masing-masing data kinerja perguruan tinggi maupun kinerja perguruan
tinggi secara keseluruhan. Sesuai dengan hal tersebut, sumber data klasterisasi
menggunakan data-data yang sahih dan siap guna dengan karakteristik sebagai
berikut:
Data yang langsung dapat
digunakan, yaitu data yang dilaporkan secara rutin oleh perguruan tinggi ke
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti). Data hasil penilaian kinerja
perguruan tinggi yang telah dilaksanakan oleh unit kerja di lingkungan Ditjen
Dikti akan tetapi belum tersajikan di dalam PD Dikti. Data yang belum tercakup
dalam PD Dikti, tetapi dikumpulkan secara terstruktur oleh unit kerja dan
sangat relevan dengan klasterisasi. Data dari luar PD Dikti yang relatif telah
mapan dan siap digunakan untuk mengukur kinerja perguruan tinggi.
Pemberian nilai (skor)
klasterisasi berdasarkan capaian perguruan tinggi terhadap setiap indikator
pada masing-masing aspek. Setiap indicator memiliki bobot terhadap nilai
kinerja perguruan tinggi secara keseluruhan. Tahap ini merupakan tahap yang
sangat penting dan dapat dijadikan sebagai alat pengendali kebijakan
pengembangan pendidikan tinggi. Bobot indikator ditentukan dengan mempertimbangkan
3 hal, yaitu:
a. Kepentingan: pengaruh
indikator dalam membentuk perguruan tinggi yang berkualitas;
b. Validitas pengukuran:
kesahihan pengukuran yang dilakukan, termasuk di dalamnya kualitas data dan
kemudahan dalam melakukan verifikasi; dan
c. Komparabilitas: apakah
indikator tersebut memang berlaku untuk seluruh jenis, status, kategori
perguruan tinggi.
Dari hasil analisis
terhadap data-data dari 2.136 perguruan tinggi yang tersedia maka diperoleh
hasil klasterisasi perguruan tinggi tahun 2020 yang terdiri dari 5 (lima)
klaster perguruan tinggi dengan komposisi klaster 1 berjumlah 15 perguruan
tinggi, klaster 2 berjumlah 34 perguruan tinggi, klaster 3 berjumlah 97
perguruan tinggi, klaster 4 berjumlah 400 perguruan tinggi, dan klaster 5 berjumlah
1.590 perguruan tinggi.
Pada klaterisasi ini
menrurut Nizam tidak ada dikotomi antara PTN maupun PTS. “Tidak ada perbedaan
antara perguruan tinggi negeri dan swasta dalam hal penilaian. Kuncinya tetap
berada pada leadership dan sinergi. Selama rektor perguruan tinggi bisa
membangun sinergi, maka hal itu merupakan kekuatan perguruan tinggi untuk
mewujudkan visi dan misinya dalam membawa seluruh civitas akademika untuk
meningkatkan kualitasnya,”.
Nizam juga berpesan agar
perguruan tinggi dapat terus meningkatkan kualitasnya. Menurutnya, perguruan
tinggi tidak boleh merasa cepat puas dengan pencapaian hari ini, maka dari itu
Ia bertekad untuk memberikan dorongan bagi perguruan tinggi untuk menjadi lebih
baik dari sebelumnya.
“Perguruan tinggi yang
sudah maju akan kami dorong untuk berlari lebih kencang, bagi yang masih berada
di bawah maka akan kami berikan pembinaan khusus. Selain itu, prinsip saling
membantu juga perlu ditekankan agar perguruan tinggi yang sudah di atas bisa
turut membantu pembinaan dalam meningkatkan kualitas perguruan tinggi yang
berada di bawahnya,” tutur Dirjen Dikti tersebut.
Pada akhir paparannya,
Nizam berharap bahwa hasil klasterisasi perguruan tinggi tahun 2020 dapat
mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk terus melakukan perbaikan
kualitas secara berkelanjutan melaui kerja cerdas, kerja semangat dan kerja
sama antar perguruan tinggi. Selain itu Nizam berharap perguruan tinggi dapat
secara tertib dan rutin melakukan pemutakhiran data maupun melaporkan perkembangan
capaian output melalui Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD DIKTI) sesuai
amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Pada kesempatan yang sama
Direktur Kelembagaan, Ridwan, mengungkapkan bahwa klasterisasi perguruan tinggi
tahun ini menjadi hal yang menggembirakan. Pasalnya tahun ini terdapat tambahan
dua perguruan tinggi yang menempati klaster 1. “Tahun ini ada tambahan 2
perguruan tinggi yang menempati klaster 1. Pada 2019 lalu hanya ada 13
perguruan tinggi yang masuk klaster 1, tahun ini bermabah menjadi 15 perguruan
tinggi. Hal ini menjadi bukti bahwa perguruan tinggi tetap mempertahankan,
bahkan meningkatkan kualitasnya. Nanti kita akan dorong perguruan tinggi
klaster 1 ini untuk bersaing di internasional,”.
Informasi lebih detail
mengenai hasil klasterisasi perguruan tinggi tahun 2020 dapat diperoleh secara
daring melalui laman https://klasterisasi-pt.kemdikbud.go.id.
Sumber : Humas Ditjen Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar